Apresiasi Film ‘Dirty Vote’ Sebagai Pendidikan Politik, Todung Mulya Lubis : Jangan Baper, Kriminalisasi Hanya Membunuh Demokrasi

Februari 12, 2024 - 00:00
Apresiasi Film ‘Dirty Vote’ Sebagai Pendidikan Politik, Todung Mulya Lubis : Jangan Baper, Kriminalisasi Hanya Membunuh Demokrasi
Spot Iklan Tersedia (Posting Atas)

Jakarta, Maximadaily.com - Aktivis Anti Korupsi Todung Mulya Lubis mengapresiasi peluncuran film ‘Dirty Vote’ yang hari ini dirilis dan memberikan gambaran kepada masyarakat terkait potensi pelanggaran pada Pemilu 2024. 

Spot Iklan Tersedia (Artikel 1)

Film ‘Dirty Vote’ berdurasi hampir 2 jam itu menampilkan tiga pakar hukum tata negara yang sangat berintegritas dan punya reputasi baik, yakni Zaenal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti, menjelaskan tentang kecurangan yang sudah terjadi menjelang Pemilu Legislatif dan Pilpres 14 Februari 2024 mendatang.

Todung mengingatkan, agar jangan sampai ada pihak yang terlalu ‘bawa perasaan’ atau ‘baperan’ dengan kritikan. 

“Banyak orang baperan kalau dikritik. Sikap ini berbahaya. Kalau tidak setuju dengan film itu, bantah saja dengan membuat film lain atau dengan argumen yang baik. Kritik harus dibalas dengan kritik. Jangan kemudian melaporkannya ke polisi, karena kriminalisasi hanya akan membunuh demokrasi, menghambat kreativitas dan mematikan industri kreatif,” tegas Todung dalam konferensi pers di Media Center TPN di Cemara, Jakarta, 11 Februari 2024. Dipandu oleh Aris Setiawan Yodi, Todung hadir bersama Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. 

Todung menyatakan, sebagai pendidikan politik, ‘Dirty Vote’ sangat bagus memberikan literasi politik memahami dinamika yang terjadi. Isinya sejalan dalam pemberitaan di media, misalnya soal pengarahan kepala desa dan intimidasi, atau concern lain soal politisasi bansos, persebaran 20 persen suara sebagai syarat kemenangan pilpres, dan banyak hal lainnya dijelaskan dalam film ini. 

“Anda boleh tidak setuju dengan ‘Dirty Vote’, tetapi film ini membantu mengedukasi dan meningkatkan literasi politik di Indonesia. Kita ini bisa kuat karena punya demokrasi, dan inilah yang jadi taruhan sebagai sebuah bangsa dan begara,” pungkas Todung.

Atas berbagai fakta yang diungkapkan dalam ‘Dirty Vote’, Todung melihat sebenarnya tak ada hal baru dalam film itu. Ia tak setuju atas pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman yang menyebut film Dirty Vote sengaja dibuat untuk mendegradasi penyelenggaraan Pemilu 2024.  

“Dengan segala respek, saya tak sependapat dengan yang disampaikan Habiburokhman. Apa yang disampaikannya tak mencerminkan yang dirasakan publik. Kritik atas intimidasi itu sudah ada di mana-mana. Jangan baper dan sedikit-sedikit lapor ke kepolisian, sehingga membuat dalam demokrasi kita jadi tak sehat dan mengalami kemunduran,” kata Todung. 

Pada kesempatan yang sama, Hasto menekankan komitmen besar TPN Ganjar-Mahfud dalam menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. “Kalau mau menang gampang, bagi kami enak, tinggal perpanjang saja kekuasaan Pak Jokowi. Tapi kami memilih jalan konstitusi melalui pelaksanaan pemilu yang jurdil, dan bergerak dalam jalan kebenaran,” ungkapnya.

Terkait tuduhan dalam film ‘Dirty Vote’, ia melihat adanya upaya penggunaan kekuasaan secara terselubung, misalnya melalui para penjabat kepala daerah. 

“Kami yakin, dalam tiga hari ke depan, pascadukungan besar rakyat pada kampanye akbar Ganjar-Mahfud, akan terjadi perubahan psikologis secara drastis, sehingga mereka yang akan mengintimidasi pun akan ragu. Ini saatnya TNI dan Polri sadar, harus tetap netral dan jangan mau disalahgunakan untuk kepentingan oknum-oknum tertentu yang melanggar konstitusi dan undang-undang,” pungkas Hasto. (red)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Spot Iklan Tersedia (Posting Bawah)