Balaho, Tradisi Ziarah Kubur Jelang Ramadan di Sumatera Barat

Maret 5, 2024 - 15:55
Maret 5, 2024 - 15:55
Balaho, Tradisi Ziarah Kubur Jelang Ramadan di Sumatera Barat
Spot Iklan Tersedia (Posting Atas)

Solok, Maximadaily- Berbagai tradisi digelar untuk menyambut bulan suci ramadhan. Termasuk di Nagari Saok Laweh, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok.

Spot Iklan Tersedia (Artikel 1)

Di nagari ini, masyarakat mempunyai kebiasaan yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya, yakni Balaho.

Balaho sendiri merupakan tradisi ziarah kubur yang dilakukan pada bulan sya’ban, untuk menjalin silahturrahmi bersama sanak saudara yang telah lama tidak dijumpai.

Seperti yang dilakukan oleh Suku Malayu Bamban, di Ateh Lago Randah, Jorong Pincuran Baruah, Nagari Saok Laweh.

Puluhan warga yang sanak saudaranya dimakamkan di pemakaman kaum tersebut, datang untuk berziarah, seperti dengan mendoakan sanak saudara yang telah mendahului dan membersihkan kuburan.

Salah satu warga yang ikut yang juga Ketua MUI Nagari Saok Laweh, Zulkarnaini (64). Kepada infosumbar.net ia menyebutkan, tradisi Balaho sendiri berasal dari kata Allahu, atau Lahu.

“Balaho berasal dari kata Allahu, memuja Allah. Dulu waktu saya waktu kecil, saya ingat saya di ajak’pergi lahu’ namun sekarang penyebutannya berubah menjadi laho atau Balaho,” katanya

Balaho, dilaksanakan saat bulan Sya’ban, kata Zulkarnain, seperti anjuran nabi Muhammad SAW, saat memasuki bulan sya’ban dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an dan beribadah termasuk berziarah.

“Di Saok Laweh, pelaksanaan ziarah kubur atau Balaho mulai dilaksanakan saat minggu pertama bulan Sya’ban sampai minggu terakhirnya. Pelaksananya tergantung kesepakan kaum mau kapan dilaksanakan,” jelasnya.

Tradisi Balaho, diikuti oleh anak-anak, maupun anak muda hingga kaum ibu-ibu hingga bapak-bapak. Saat kaum perempuan datang, mereka akan membawa makanan yang dibungkus menggunakan kain yang berisi jenis makanan seperti nasi, dan lauk pauk seperti gulai telur dan ikan goreng balado seperti yang diberitakan oleh infosumbar.

Makanan yang sudah dibawa ini akan dikumpulkan, dan disatukan diatas daun pisang yang telah dibentangkan.

“Filosofinya, makanan ini disatukan, yakni masyarakat menyatu. Dari yang membersihkan kuburan mulai dari apak, etek, mintuo, anak pisang yang sudah lama tidak bertemu bahkan tidak kenal, akan berkumpu, bersilahturrahmi dan menyatu. Tapi kalau sekarang kan kebayakn beli, kalau dulu dibuat sendiri,” tambahnya.

Kemudian, makanan tradisional yang telah disatukan, akan dibungkus kembali dengan berbagai varian isi dan akan dibagikan kembali kepada setiap orang yang hadir.

Sedangkan untuk makanan berat seperti nasi dan lauk pauk, warga yang hadir akan diberi sebuah kertas nasi dan daun pisang untuk diisi nasi dan lauk pauk, dan boleh dimakan dilokasi atau dibungkus untuk dibawa pulang.

Selain itu, pada kesempatan tersebut, warga yang ingin berbagi dalam bentuk uang, akan dikumpukan dan dibagikan kembali kepada setiap peserta yang hadir.

“Maknanya bersedekah, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa dibagikan uang yang telah terkumpul sebanyak Rp 5 ribu perorang,” ungkapnya.

Terakhir, setelah berdo’a tradisi Balaho akan ditutup dengan bermaaf-maafan antar sesama pertanda masuknya bulan suci Ramadan. (Red/AP)

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Spot Iklan Tersedia (Posting Bawah)